16 November 2009

20 Oktober 2009

MATERI TENGAH SEMESTER 2 KELAS X SMA TH. 2010

1. Paragraf argumentasi, persuasi ...
2. Wawancara ...
3. Tabel grafik ...
4. Rangkuman, kesimpulan ...
5. Membaca: cepat, scanning, skiming, memindai ...
6. Pidato ...

27 Agustus 2009

DAFTAR PUSTAKA

          Apa jadinya dunia jika karya ilmiah tidak ada? Dengan karya ilmiah, kita dapat mengetahui karya tulis orang lain sekaligus menghargai karya tulis orang lain. Ada beragam sumber rujukan yang dapat diambil dari penge tahuannya. Selain itu, memahami dan mengenal sumber rujukan akan membawa Anda dalam keyakinan bahwa ilmu terus berkembang. Oleh sebab itu, kita menjaga dan mengembangkannya dengan menulis.

1. Daftar Pustaka

          Daftar pustaka dikenal juga sebagai referensi, bibliografi, sumber acuan, atau sumber rujukan. Daftar pustaka adalah susunan sumber informasi yang umumnya berasal dari sumber tertulis berupa buku-buku, makalah, karangan di surat kabar, majalah, dan sejenisnya. Semua sumber bacaan itu berhubungan erat dengan karangan yang ditulis.

          Daftar pustaka ditempatkan pada bagian akhir karangan dan ditulis pada halaman tersendiri. Daftar pustaka disusun berdasarkan  urutan abjad nama penulis (alfabetis) dan tidak menggunakan nomor urut.

Ketentuan penulisannya sebagai berikut.

a. Buku

1) Jika penulisnya satu orang, penulisan nama belakang penulisnya (jika terdiri atas dua kata atau lebih) dipindahkan ke depan. Misalnya, Yogi Yogaswara menjadi Yogaswara, Yogi.

Contoh:

Yogaswara, Yogi. 2000. Teknik Menulis Cerita Anak. Bandung. CV Aneka.

2) Jika penulisnya dua atau tiga orang, nama penulis pertama
ditulis terbalik, sedangkan yang lainnya tetap.

Contoh: 

Warsidi, Edi dan Eriyandi Budiman. 1999. Teknik Menulis Naskah Film untuk Anak-Anak.               Bandung: Katarsis.     

3) Jika penulisnya lebih dari tiga orang, hanya satu orang yang dituliskan, kemudian ditambah keterangan dkk. (dan kawan-kawan).

Contoh: 

Sugono, Dendy dkk. 2003. Kamus Bahasa Indonesia Sekolah Dasar. Jakarta: Gramedia.

4) Jika beberapa buku dari penulis yang sama kita rujuk, urutan daftar pustaka tidak mengulang nama penulisnya. Pada urutan kedua dan selanjutnya, nama penulis diganti dengan garis delapan ketukan.

Contoh: 

Ismail, Taufiq (ed.) dkk, 2002. Horison Sastra Indonesia 1, Kitab Puisi. Jakarta: Horison & The
    Ford Foundation.

––––––––, 2002. Horison Sastra Indonesia 2:, Kitab Cerpen. Jakarta: Horison & The Ford             Foundation.

5) Jika tahun terbit tidak dicantumkan, tahun terbitnya diganti
dengan tulisan tanpa tahun (tt).

Contoh:

Maulana, Dodi. tanpa tahun. Beternak Unggas. Bandung: CV Permata.

b. Surat Kabar

1) Jika berupa berita, urutannya yaitu nama koran (dicetak miring) dan penanggalan.

Contoh:

Kompas (harian). Jakarta, 20 Februari 2005. Kedaulatan Rakyat (harian). Yogyakarta, 15               Maret 2005.          

2) Jika berupa artikel urutannya yaitu nama penulis (seperti pada buku), tahun terbit, judul artikel (diapit tanda petik dua), nama koran, tanggal terbit.

Contoh:

Saptaatmaja, Tom S. 2005. "Imlek, Momentum Untuk Rekonsiliasi." Koran Tempo, 11 Maret           2005.      

c. Majalah

Sama dengan surat kabar, tetapi di belakang nama majalah ditambahkan nomor edisi.

Contoh:

Kleiden, Ignas. 2005. "Politik Perubahan Tanpa Perubahan Politik." Tempo No. 50 tahun                  XXXIII.        

d. Lembaran Kerja dari Lembaga Tertentu

Contoh:

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Pedoman Surat Dinas. Jakarta: P3B.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum 2004: Standar Kompetensi Mata Pelajaran        Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta.

e. Makalah yang Tidak Diterbitkan

Setelah kota tempat penulisan, tidak terdapat nama penerbit.

Contoh:

M.I. Sulaeman. (1985). Suatu Upaya Pendekatan Fenomenologis Situasi Kehidupan dan                      Pendidikan dalam Keluarga dan  Sekolah. Disertasi Doktor FPS, IKIP Bandung: tidak           
     diterbitkan.

Berikut ini contoh daftar pustaka yang ada dalam sebuah buku.

Ali, Lukman. 1989. Berbahasa Baik dan Berbahasa dengan Baik. Bandung: Angkasa.

Arifin, E. Zaenal. 1985. "Perihal Surat-menyurat Resmi Indonesia Baru". Bahan Ceramah                  Penataran Tenaga Administrasi Universitas Indonesia. Jakarta: tidak diterbitkan.          

________. 1986. "Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan".  Bahan Ceramah Pusdiklat          RRI,  Departemen Penerangan. Jakarta: tidak diterbitkan.

________. 1987. "Struktur Bahasa Indonesia: Kata dan Kalimat". Bahan Ceramah Penataran          Bahasa Indonesia, Badan Tenaga Atom Nasional. Jakarta: tidak diterbitkan.

Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 1990. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan                Tinggi. Cetakan IV. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.

________. 1989. Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Surat Dinas. Cetakan IV. Jakarta:                   Mediyatama Sarana Perkasa.

________. 1990. Penulisan Karangan Ilmiah dengan Bahasa Indonesia yang Benar. Cetakan             III. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.

Badudu, J.S. 1979. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Cetakan IX. Bandung: Pustaka Prima.

________. 1980. Membina Bahasa Indonesia Baku. Seri I. Bandung: Pustaka Prinia.

________. 1980. Membina Bahasa Indonesia Baku. Seri 2. Bandung: Pustaka Prima.

________. 1983. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: Gramedia.

Effendi, S. 1980.  "Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karangan Ilmiah Populer".            Majalah Pengajaran Bahasa dan Sastra Tahun VI Nomor 6. Jakarta: Pusat Pembinaan dan           Pengembangan Bahasa.

Hadi, Farid. 1981. "Kesalahan Tata Bahasa". Bahan Ceramah Pusat Pembinaan dan                               Pengembangan Bahasa. Jakarta: tidak diterbitkan.

Hakim, Lukman dkk. 1978. "Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Seri Penyuluhan 9.        Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Halim, Amran. 1980. "Bahasa Indonesia Baku". Majalah Pengajaran Bahasa dan Sastra Tahun VI      Nomor 4. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Keraf, Gorys. 1980. Komposisi. Ende-FIores: Nusa Indah.

Koentjaraningrat 1974. Kebudayaan,  Mentalilet, dan Pembangunan.  Jakarta: Gramedia.

Kridalaksana, Harimurti. 1975. "Beberapa Ciri Bahasa Indonesia Standar". Majalah Pengajaran        Bahasa dan Sastra Tahun I Nomor 1. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Moeliono, Anton M. 1980. "Bahasa Indonesia dan Ragamragamnya: Sebuah Pengantar". Majalah      Pembinaan Bahasa Indonesia Jilid I Nomor 1. Jakarta: Bhratara.

________. 1982. "Diksi atau Pilihan Kata: Suatu Spesifikasi di Dalam Kosakata". Majalah                  Pembinaan Bahasa Indonesia Jilid III Nomor 3. Jakarta: Bhratara.

________. 1989. Kembara Bahasa. Jakarta: Gramedia.



































25 Agustus 2009

RUMPUN BAHASA AUSTRONESIA


BAGAN RUMPUN BAHASA 2


BAGAN RUMPUN BAHASA


RUMPUN BAHASA


   
 


MEMBACA BERITA

          Ada hal-hal yang perlu Anda perhatikan saat membacakan berita, yakni nada, tempo (kecepatan), jeda, intonasi, dan pelafalan kata yang jelas dan tepat. Unsur-unsur tersebut sangatlah penting dalam berbahasa lisan agar suasana lebih hidup dan komunikatif. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai unsur-unsur tersebut.

         Nada adalah tekanan tinggi rendahnya pengucapan suatu kata. Kata yang bernada menandakan bahwa kata itu lebih penting daripada yang lainnya. Tempo adalah cepat atau lambatnya pengucapan suatu bagian dalam kalimat. Fungsinya hampir sama dengan tekanan nada, yakni untuk mementingkan suatu kata dalam bagian kalimat. Jeda adalah penghentian sementara dalam kalimat untuk memperjelas arti. Intonasi adalah naik turunnya kalimat. Hampir sama dengan nada, intonasi fungsinya adalah sebagai pembentuk makna kalimat sebagaimana yang tampak antara kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah.

          Jika pembacaan berita itu dilakukan di hadapan banyak orang, Anda pun harus memerhatikan tatapan mata. Sebaiknya, tatapan muka ditujukan ke semua arah agar audiens yang mendengarkan merasa diperhatikan. Begitu pula dengan sikap dan penampilan haruslah dijaga  dengan baik.

         Untuk melatih Anda, bacalah berita berikut dengan baik. Sebagai contoh, berikut penggunaan tanda jeda dan intonasi.



24 Agustus 2009

PARAGRAF INDUKTIF DAN DEDUKTIF

     Dalam pelajaran ini, Anda diharapkan dapat menemukan kalimat yang mengandung gagasan utama pada paragraf. Anda pun diharapkan dapat menemukan kalimat penjelas yang mengandung gagasan utama. Pada akhirnya, Anda dapat menemukan ciri paragraf induktif dan induktif. Selanjutnya, Anda diharapkan dapat mengidentifikasi paragraf induktif dan deduktif. Untuk mendukung pelajaran ini, Anda hendaknya dapat menerapkan frase nominal
dalam penulisan paragraf induktif dan deduktif.

     "Scribo ergo sum" yang artinya, dengan menulis maka engkau ada.' Apakah sempat terpikir oleh Anda bagaimana para penulis atau pengarang mengawali dunia menulisnya? Mereka berangkat dari latihan dasar menulis. Kemudian, mereka melatih keterampilanmenulisnya dengan mengembangkan beragam gagasan. Tidak adakata menyerah untuk mulai menulis.

                                                       Perilaku Agresi pada Remaja
                                                  Oleh Zainun Mu’tadin, S.Psi., MSi.


     Pada kalangan remaja, aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar/tawuran massal merupakan hal yang sudah terlalu sering kita saksikan, bahkan cenderung dianggap biasa. Pelaku-pelaku tindakan aksi ini bahkan sudah dilakukan oleh siswa-siswa di tingkat SMA. Ini sangatlah memprihatinkan kita semua.

     Hal yang terjadi pada saat tawuran sebenarnya
adalah perilaku agresi dari seorang individu atau kelompok. Agresi itu sendiri didefinisikan sebagai suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain. Secara singkatnya, agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain.

      Pertanyaannya kemudian adalah faktor-faktor apa saja yang dapat menjadi pemicu perilaku agresi tersebut? Mengapa kasus-kasus sepele dalam kehidupan sosial masyarakat sehari-hari dapat tiba-tiba berubah menjadi bencana besar yang berakibat hilangnya nyawa manusia? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu apa saja penyebab perilaku agresi berikut.


1. Amarah
     Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan adanya kesalahan, yang mungkin nyata-nyata salah atau mungkin juga tidak. Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan, atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Jika hal-hal tersebut disalurkan, terjadilah perilaku agresi.

     Jadi, tidak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya agresi adalah suatu respons terhadap
marah. Kekecewaan, sakit fisik, penghinaan, atau ancaman sering memancing amarah dan akhirnya memancing agresi. Ejekan, hinaan, dan ancaman merupakan pancingan yang jitu terhadap amarah yang akan mengarah pada agresi. Anak-anak di kota seringkali saling mengejek pada saat bermain, begitu juga dengan remaja biasanya mereka mulai saling mengejek dengan ringan sebagai bahan tertawaan, kemudian yang diejekikut membalas ejekan tersebut. Lama kelamaan, ejekan yang dilakukan semakin panjang dan terus-menerus dengan intensitas ketegangan yang semakin tinggi.


     Ejekan ini semakin lama-semakin seru karena rekan-rekan yang menjadi penonton juga ikut-ikutan memanasi situasi. Pada akhirnya, jika salah satu tidak dapat menahan amarahnya, ia mulai berupaya menyerang lawannya. Dia berusaha meraih apa saja untuk melukai lawannya. Dengan demikian, berarti isyarat tindak kekerasan mulai terjadi. Bahkan pada akhirnya penonton pun tidak jarang ikut-ikutan terlibat dalam perkelahian.

2. Faktor Biologis
Ada beberapa faktor biologis yang memengaruhi perilaku agresi.
     a. Gen tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresi. Dari penelitian yang dilakukan terhadap binatang, mulai dari yang sulit sampai yang paling mudah dipancing amarahnya. Faktor keturunan tampaknya membuat hewan jantan yang berasal dari berbagai jenis lebih mudah marah dibandingkan betinanya. 
     b. Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau menghambat sirkuit neural yang mengendalikan agresi. Pada hewan sederhana, marah dapat dihambat atau ditingkatkan dengan merangsang sistem limbik (daerah yang menimbulkan kenikmatan pada manusia) sehingga muncul hubungan timbal balik antara kenikmatan dan kekejaman. Orang yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit melakukan agresi. Adapun orang yang tidak pernah mengalami kesenangan, kegembiraan atau santai cenderung untuk melakukan kekejaman dan penghancuran (agresi). Keinginan yang kuat untuk menghancurkan disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menikmati sesuatu hal yang disebabkan cedera otak karena kurang rangsangan sewaktu bayi.
     c. Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan) juga dapat memengaruhi perilaku agresi. Dalam suatu eksperimen, ilmuwan menyuntikkan hormon testosteron pada tikus dan beberapa hewan lain (testosteron merupakan hormon androgen
utama yang memberikan ciri kelamin jantan), maka tikus-tikus tersebut berkelahi semakin sering dan lebih kuat. Sewaktu testosteron dikurangi hewan tersebut menjadi lembut. Adapun pada wanita yang sedang mengalami masa haid, kadar hormon kewanitaan yaitu estrogen dan progresteron menurun jumlahnya akibatnya banyak wanita melaporkan bahwa perasaan mereka mudah tersinggung, gelisah, tegang, dan bermusuhan. . Peran Belajar Model Kekerasan
Tidak dapat dipungkiri bahwa pada saat ini anak-anak dan remaja banyak belajar menyaksikan
adegan kekerasan melalui televisi dan juga games atau pun mainan yang bertema kekerasan. Acaraacara yang menampilan adegan kekerasan hampir setiap saat dapat ditemui dalam tontonan yang disajikan di televisi mulai dari film kartun, sinetron, sampai film laga. Selain itu, ada pula acara-acara TV yang menyajikan acara khusus perkelahian yang sangat populer di kalangan remaja. Walaupun pembawa sering berulang-ulang mengingatkan penonton untuk tidak mencontoh apa yang mereka saksikan namun diyakini bahwa tontonan tersebut akan berpengaruh terhadap perkembangan jiwa penontonnya. Kegiatan menyaksikan perkelahian
dan pembunuhan, meskipun sedikit, pasti akan menimbulkan rangsangan dan memungkinkan untuk meniru model kekerasan tersebut.

4. Frustrasi
     Frustrasi terjadi jika seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu. Agresi merupakan salah satu cara berespons terhadap frustrasi. Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari frustrasi yang berhubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang pas-pasan, dan adanya
kebutuhan yang harus segera terpenuhi tetapi sulit sekali tercapai. Akibatnya, mereka menjadi mudah marah dan berperilaku agresi.
     Begitu pula tawuran pelajar yang terjadi ada kemungkinan faktor frustrasi ini memberi
sumbangan yang cukup berarti pada terjadinya peristiwa tersebut. Sebagai contoh, banyaknya anakanak sekolah yang bosan dengan waktu luang yang sangat banyak dengan cara nongkrong-nongkrong di pinggir jalan dan ditambah lagi saling ejek mengejek yang bermuara pada terjadinya perkelahian. Banyak juga perkelahian disulut oleh karena frustrasi yang
diakibatkan hampir setiap saat dipalak (diminta uangnya) oleh anak sekolah lain padahal sebenarnya uang yang di palak adalah untuk kebutuhan dirinya.

5. Proses Pendisiplinan yang Keliru
     Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama dilakukan dengan
memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja. Pendidikan disiplin seperti itu akan membuat remaja menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, dan membenci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta inisiatif. Pada akhirnya, ia melampiaskan kemarahannya dalam bentuk agresi kepada orang lain.
     Hubungan dengan lingkungan sosial bergantung pada kekuasaan dan ketakutan. Siapa yang lebih berkuasa dapat berbuat sekehendak hatinya. Adapun yang tidak berkuasa menjadi tunduk. Pola pendisiplinan tersebut dapat pula menimbulkan pemberontakan, terutama jika larangan-larangan yang bersanksi hukuman tidak diimbangi dengan cara lain yang dapat memenuhi kebutuhan yang mendasar. Contohnya, anak dilarang untuk keluar main, tetapi di dalam rumah tidak diperhatikan oleh kedua orangtuanya karena kesibukan mereka.
     Dengan mengetahui faktor penyebab seperti yang dipaparkan, diharapkan dapat diambil manfaat bagi para orangtua, pendidik, dan terutama para remaja sendiri dalam berperilaku dan mendidik generasi berikutnya agar lebih baik sehingga aksiaksi kekerasan baik dalam bentuk agresi verbal maupun agresi fisik dapat diminimalkan atau bahkan dihilangkan. Mungkin masih banyak faktor penyebab lainnya yang belum kami bahas disini. Akhirnya, kita setidaknya berharap faktor-faktor agresi patut diwaspadai.
                                                                                                          Sumber: www.e-psikologi.com

Pada bacaan di atas, Anda telah membaca teks yang berisi masalah sikap agresif pada remaja dan psikologi belajar. Dalam teks tersebut, Anda menemukan beberapa paragraf yang memuat kesatuan kalimat utama dan kalimat penjelas. Contohnya dalam penjelasan berikut.

Kalimat utama:
Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau menghambat sirkuit neural yang mengendalikan agresi.

Kalimat penjelas:
1. Pada hewan sederhana, marah dapat dihambat atau ditingkatkan dengan merangsang sistem limbik (daerah yang menimbulkan kenikmatan pada manusia) sehingga muncul hubungan timbal balik antara kenikmatan dan kekejaman.
2. Orang yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit melakukan agresi, sedangkan orang yang tidak pernah mengalami kesenangan, kegembiraan, atau santai cenderung untuk melakukan kekejaman dan penghancuran (agresi).
3. Keinginan yang kuat untuk menghancurkan disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menikmati sesuatu hal yang disebabkan cedera otak karena kurang rangsangan sewaktu bayi.

      Kalimat-kalimat yang ada dalam paragraf tersebut tergabungdalam kelompok yang saling berhubungan sejalan dengan pikiran utama paragraf. Kalimat utama dari paragraf tersebut adalah hubungan pengaruh otak dan sikap agresi.
     Dari contoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa paragraf merupakan sekelompok kalimat yang saling berhubungan dan bersamasama menjelaskan satu inti buah pikiran. Dalam hal ini, kesatuan tersebut mendukung buah pikiran yang lebih besar.
     

     Paragraf dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis. Jenis berdasarkan letak kalimat utama terdiri atas paragraf deduktif dan paragraf induktif.

1. Paragraf Deduktif

Perhatikan contoh paragraf berikut.
     Frustrasi terjadi jika seseorang terhalang oleh suatu hal dalam mencapai tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan, atau tindakan tertentu. Agresi merupakan salah satu cara berespons terhadap frustrasi. Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari frustrasi yang berhubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang pas-pasan, dan adanya kebutuhan
yang harus segera terpenuhi tetapi sulit sekali tercapai. Akibatnya, mereka menjadi mudah marah dan berperilaku agresif.


Kalimat utama dalam kalimat ini terletak pada awal paragraf. Hal yang menjadi pikiran utama dalam paragraf tersebut adalah frustasi sebagai penyebab agresi. Kalimat-kalimat selanjutnya kemudian bertugas sebagai penjelas dengan mendukung kalimat pertama.

2. Paragraf Induktif
Perhatikan contoh paragraf berikut.


     Faktor penyebab seperti yang dipaparkan, diharapkan dapat bermanfaat bagi para orangtua, pendidik, dan terutama para remaja sendiri dalam berperilaku dan mendidik generasi berikutnya agar lebih baik. Dengan demikian, aksi-aksi kekerasan baik dalam bentuk
agresi verbal maupun agresi fisik dapat diminimalkan atau bahkan dihilangkan. Mungkin masih banyak faktor penyebab lainnya yang belum dibahas di sini. Akhirnya, kita setidaknya berharap
bahwa faktor-faktor agresi patut diwaspadai.

     Paragraf tersebut adalah paragraf yang kalimat utamanya berada pada bagian akhir. Biasanya, kalimat utama pada paragraf induktif menggunakan konjungsi penyimpul antarkalimat, seperti jadi, maka, dengan demikian, akhirnya, atau oleh karena itu. Akan tetapi, hal ini bukan hal yang mutlak sebab ada juga kalimat utama dalam paragraf induktif yang tidak perlu didahului konjungsi.